Patung Sepatu Cibaduyut |
Kesesuaian desain dan bentuk sepatu atau sandal memunculkan citra tersendiri bagi pemakainya. Misalnya, pemakaian jenis sepatu untuk pria dewasa memiliki kecenderungan sebagai penunjang berpenampilan yang gagah, tampan, tinggi dan berwibawa, sedangkan pemakaian sepatu untuk wanita dewasa memiliki kecenderungan untuk menunjang berpenampilan yang cantik, anggun, dan feminim. Oleh karena itu, keadaan sosial budaya dan kemampuan ekonomi masyarakat serta keadaan musim sangat mempengaruhi terhadap permintaan jenis, desain dan bentuk alas kaki.
Mulai berkembangnya industri dan perdagangan alas kaki Cibaduyut telah cukup lama. Awalnya dimulai sekitar tahun 1920, beberapa orang warga setempat yang kesehariannya bekerja pada sebuah pabrik sepatu di kota Bandung, setelah memiliki keterampilan dalam membuat sepatu, mereka berhenti sebagai pekerja. Mereka memulai membuka usaha membuat dan menjual produk alas kaki secara kecil-kecilan di lingkungan rumah tangganya dengan melibatkan tenaga kerja anggota keluarganya. Dengan semakin berkembangnya pesanan, maka mulai merekrut pekerja yang berasal dari warga sekitarnya, sehingga keterampilan dalam membuat alas kaki ini menyebar dan ditularkan dalam lingkungan keluarga dan warga masyarakat sekitarnya.
Menurut informasi dari para tokoh pengusaha alas kaki Cibaduyut bahwa sebelum penjajahan Jepang tahun 1940 telah berkembang sejumlah pengrajin sepatu di Cibaduyut sebanyak 89 orang. Hal ini tidak terlepas dengan semakin meningkatnya pesanan, karena dinilai produk sepatu Cibaduyut memiliki kualitas yang sangat baik memenuhi selera konsumen pada masa itu. Bahkan, setelah negara Indonesia merdeka pada tahun 1950-an jumlah unit usaha alas kaki berkembang menjadi 250 unit usaha. Dengan jumlah unit usaha yang besar inilah daerah Cibaduyut mulai dikenal sebagai sentra produksi alas kaki.
Pada sekitar tahun 1978 pemerintah pusat melalui departemen Perindustrian bekerja sama dengan Lembaga
Penelitian Pendidikan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) melakukan pengkajian dalam rangka bimbingan dan Pengembangan sentra sepatu Cibaduyut. Hasil kajian tersebut merekomendasikan dibangunnya pusat pelayanan fasilitasi pembinaan atau dengan sebutan Center Service Facility (CSF) dan lebih dikenal masyarakat pengusaha sepatu dengan sepatu Unit Pelayanan Teknis (UPT) barang kulit.
Pada sekitar tahun 1980-an dengan digulirkan proyek BIPIK dari departemen perindustrian berbagai fasilitas bantuan sarana dan prasarana kepada UPT persepatuan di Cibaduyut berupa pembangunan fasilitas gedung, mesin dan peralatan serta program pelatihan untuk mengembangkan pengrajin sepatu Cibaduyut.
ARTIKEL TERKAIT /RELATED POST:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar